PADANG,HAISUMBAR.COM—Meski Sumatera Barat selama ini dikenal sebagai penghasil gambir terbesar di Indonesia, bahkan di dunia, namun tata kelola niaganya hingga kini masih jauh dari ideal.
Petani di hulu belum merasakan nilai tambah yang adil, sementara pasar hilir masih dikuasai pembeli besar dan pelaku industri luar daerah.
Puncak kekecewaan petani pun sempat meledak dalam aksi unjuk rasa di Kantor Bupati Limapuluh Kota beberapa waktu lalu. Mereka menuntut harga yang berpihak dan kebijakan yang lebih tegas dari pemerintah daerah.
Namun di sisi lain, pemerintah provinsi menilai persoalan ini tak semata soal harga jual, tapi juga perubahan struktur biaya produksi akibat modernisasi teknologi pengolahan.
Kepala Dinas Tanaman Pangan, Hortikultura, dan Perkebunan (Distanhortbun) Sumbar, Afniwarman, mengakui bahwa tata niaga gambir masih menghadapi banyak kendala. Mulai dari regulasi, stabilitas harga, hingga rantai distribusi yang panjang dan timpang.
“Permasalahan utama bukan hanya harga yang fluktuatif, tapi juga tata kelola niaga yang belum tertata. Kita sudah punya Pergub tentang Tata Kelola Gambir, tapi di lapangan implementasinya belum maksimal,” ujarnya kepada Haluan di Padang, Senin (10/11).
Menurutnya, produksi gambir kini sebenarnya sudah jauh lebih efisien. Dengan sistem pres modern, petani tak lagi bergantung pada cara lama mangampo di kampo yang boros tenaga dan waktu.
“Sekarang sudah menggunakan sistem pres, tidak lagi cara lama. Biaya produksi jauh lebih murah, hasil lebih banyak, dan efisiensinya tinggi. Jadi sebenarnya margin petani lebih baik dibanding dulu,” terang Afniwarman.
Namun efisiensi itu diakuinya belum diikuti dengan perbaikan sistem pasar. Para petani tetap bergantung pada tengkulak atau pembeli besar, sementara harga internasional produk turunan gambir seperti katekin dan tannin, justru malah dikendalikan oleh perusahaan pengolahan di luar Sumbar.
Sebagai langkah korektif, pemerintah pusat melalui Kementerian Pertanian tengah menyiapkan kajian hilirisasi gambir di Sumatera Barat. Program ini mencakup survei calon petani dan calon lokasi (CPCL), serta rencana penunjukan BUMN sebagai pelaksana pembangunan pabrik pengolahan gambir di dua titik utama di Kabupaten Limapuluh Kota dan Pesisir Selatan.
“Kementerian sudah menyiapkan tahapan mulai dari survei CPCL, penunjukan BUMN pengelola, sampai kajian hilirisasi. Ini menjadi momentum penting bagi Sumbar agar tidak lagi hanya jadi pemasok bahan mentah,” jelas Afniwarman.